Sudah
sejak sore Eniha tidur. Ketika jam sudah menujukan pukul tiga dini hari, ketika
dinginnya angin gunung menusuk hingga kedalam tulang. Eniha terbangun dari
tidur, lalu di amatinya sekitar tempat ia tidur dengan seksama, namun sosok
gadis itu telah tiada, lenyap tanpa bekas. Kemudian dilihatnya di sudut Kasur,
ternyata kedua lektop itu masih menyala, yang sebuah adalah miliknya, sedangkan
satunya lagi adalah lektop yang sering digunakan gadis itu. Gadis yang coba ia
pertahankan, gadis yang tanpa henti terus menanamkan luka, terus saja mengulang
penghiatan.
Dengan perlahan eniha menahan
nafas, Memang bukan sekali gadis itu hilang tanpa alasan, dan juga bukanlah
sebuah perkara baru. Itu memang sudah kesukaan gadis itu, tentu saja gadis itu
pasti menemui lekaki gelapnya. Ya lelaki yang ditemuinya atas nama Organisasi,
Organisasilah yang mempertemukan keduanya, menjadikannya manusia tanpa
perasaan, manusia yang terus melukai tanpa pernah ada belas kasihan.
Sebenarnya sangatlah lucu,
Organisasi hanyalah kedok bagi sebagaian orang, Mungkin hanya beberapa yang
dapat memetik buah dari arti kehadiran organisasi, namun lainnya hanya sebagai tempat
untuk menikmati kesenangan, layaknya sebuah bar yang digunakan untuk
bersenang-senang. Itulah sebuah realita yang kadang kurang diperhatikan oleh
beberapa orang.
Tidak semua orang mempunyai
padangan yang sama tentang itu, namun bagi eniha yang memang sudah sering dibuat
seakan seperti setengah bintang itu berpendapat seperti itu. Apalagi ketika suatu
hari eniha mendapatkan sebuah buku yang diberi Judul Seakan Katong Setengah binatang
karya Filep Karma, membuatnya kembali berpikir tentang seperti apa perlakukan
tidak adil dan kekejaman serta penjajahan yang dialaminya di dunia asmara,
walau sesungguhnya buku itu sendiri mengulas tentang penderitaan masyarakat
sipil di tanah papua.
Setelah kondisinya sudah
stabil, Eniha mencoba membuka lektop milik gadis itu dan ketika dia melihat bahwa
halaman facebook gadis itu masih dalam keadaan terbuka maka dia akhirnya membuka
sebuah inbox dari kekasih gelap gadis itu, isinya adalah sebuah ungkapan bahwa “
Ko su sampe di koskah?”, melihat itu eniha akhinya sadar bahwa apa yang menjadi
ganjalan hatinya bahwa gadis itu menemui lelaki itu benar adanya.
Usai itu, Eniha duduk
membuka lektop miliknya sambil menarik rokok sampoerna kretek yang berada digenggamannya.
Lalu dibukanya halaman youtube dan lansung mengetikan sebuah judul lagu yang
beberapa hari ini seringkali dia bunyikan. Sebuah lagu daerah karya anak-anak
meeuwo dengan judul Peka kadou wouga yamouga.
Ketika lagu itu
mulai bunyi, eniha lalu melangkahkan kakinya mendekati termos panas yang
terletak di dekat pintu, kemudian mengambilnya, lalu keluar mengisi air di kerang
dekat kamar mandi dan kembali ke kamar untuk memanaskan air. Usai air panas,
dia kemudian memutar kopi hitam digelas bekas kopi yang kemarin sore dia putar
dan kembali lagi duduk didepan layar lektop sambil mendengarkan sebuah lagu
berikutnya yang secara otomatis bunyi. lagu itu berjudul Mabi koya
no, sebuah lagu daerah yang juga berasal dari meeuwo. Lagu inilah yang membuat
ingatannya kembali pada masa silam, dimana ada seorang gadis Suku yang pernah
ia cintai dengan tulus hingga dengan percaya diri mengajaknya kerumah untuk
mengenalkannya dengan orang tua serta meminta restu untuk menikahinya. Namun sayang,
nasip memang tak berpihak pada eniha, gadis suku itu ternyata masih memiliki
hubungan keluarga denganya sehingga orang tua melarangnya.
Bermula dari kejadian pahit itu, kini
eniha berusaha bertahan dan setia dengan seorang gadis bermuka dua, bahkan
tinggal sekosan di sudut kota parayangan namun entah kenapa hanya rasa sakit
dan penghianatan berulang-ulang yang dia terima dari hubungannya yang kini
sedang jalani dengan kuat. Namun dengan santai dan tenangnya gadis bemuka dua itu
terus melakukan kekejaman atas diri eniha, entah apa salah eniha, bahkan terus
berulang, seakan-akan lagu yang diputar berulang saja.
Pernah
suatu hari, sempat eniha bertemu dengan lelaki gelapnya gadis itu, namun lelaki
itu pun hampir sama dengan gadis itu, sama-sama tak punya perasaan, terlalu
egois dengan diri mereka, menganggap orang lain itu tidak pernah ada. Bahkan dengan
terang-terangan sempat suatu kali mengatakan kepada eniha bahwa dia baru saja
ketemu dengan gadis itu, padahal lelaki itu tahu bahwa gadis yang dia maksud
itu adalah gadis yang selama ini tidur bangun dengan eniha. Entahlah dunia
telah berubah bahkan watak dan tabiat orang pun sulit di ukur.
Pernah pula suatu saat eniha duduk termenung sambil mengingat nasipnya
yang memang sangat menyedihkan itu, kemudian berkata dengan lantang, Tuhan
siapakah aku ini, sehingga engkau terus mencoba mengukur kesabaranku sambil
mengiris habis rasa cinta yang kau berikan sendiri untuk mencintai lawan jenis,
dan penghakiman seperti apa ini, sebenarnya apa renacamu sesungguhnya Tuhan.
Itulah yang selama ini sempat dirasakan oleh eniha ketika penghianatan demi penghianatan itu terjadi, dan malam ini pun untuk kesekian kalinya dia harus menerima kenyataan bahwa dia masih diperlakukan seperti setengah binatang. Kemudian setelah sejam kemudian gadis itu datang dengan wajah cerah tanpa ada rasa gugup atau apapun itu, dia datang dengan tenang seakan tak pernah terjadi apa-apa, entah mungkin karena sudah biasa dan sudah menjadi kebiasaannya sehingga seperti itu.
“ Ko dari mana?” ucap eniha.
Itulah yang selama ini sempat dirasakan oleh eniha ketika penghianatan demi penghianatan itu terjadi, dan malam ini pun untuk kesekian kalinya dia harus menerima kenyataan bahwa dia masih diperlakukan seperti setengah binatang. Kemudian setelah sejam kemudian gadis itu datang dengan wajah cerah tanpa ada rasa gugup atau apapun itu, dia datang dengan tenang seakan tak pernah terjadi apa-apa, entah mungkin karena sudah biasa dan sudah menjadi kebiasaannya sehingga seperti itu.
“ Ko dari mana?” ucap eniha.
“ Sa dari depan.” Balas gadis itu tanpa malu.
“ Ko habis ketemu deng dia itu”, sambung eniha.
“ memangnya kenapa kalau sa ketemu dia, kan kita tidak ngapa-ngapain”,
ucap
gadis itu dengan santai
Mendengar itu eniha terdiam,
mungkin itu sudah jadi talentanya jadi tak apalah ucapnya dalam batin, namun
satu hal yang pasti adalah kini dalam benak eniha hanya ada satu hal yaitu
kelak dia takan pernah mengawini gadis itu, dan biarlah dia seperti itu, kan
itu jalan hidupnya. Suatu saat gadis yang tepat akan datang, intinya yang harus
dilakukan adalah memberbaiki yang sudah cacat, Tuhan pasti menyediakan
seseorang yang mampu menerimanya lahir batin.
Usai itu dia merapatkan lektop
miliknya itu tepat didepannya kemudian mulai menuliskan semua hal yang pernah
membuatnya seperti setengah binatang.
Oleh : Emanuel Bamulki
Oleh : Emanuel Bamulki
Bandung, 05/02/2019