Kamis, 27 Oktober 2016

CERITA DI BALIK JENDELA




Dedaunan mulai berjatuhan
Lihat dia berjalan secara perlahan-lahan
Setiap langkahnya sangatlah teratur
Hingga tak menimbulkan sedikitpun suara
Apa yang telah terjadi padanya……
Aneh…, mengapa dia bersikap seperti itu……
Ayo mari kita bertanya padanya
Hay apa yang kau lakukan
Mengapa langkahmu sangat teratur dan tak menimbulkan suara
Sebenarnya apa yang telah terjadi padamu
Setelah menoleh kearah kiri dan kanan
Berbisiklah dia…..

apakah kau tak tahu bahwa saat ini bangsa kita sedang di bantai dan aku adalah salah satu dari sekian banyak orang dari bangsa kita yang berhasil meloloskan diri dari pengejaran, pembunuhan dan pemerkosaan, perampasan hak milik, hak hidup, serta HAK ASASI dari  bangsa kita dan yang paling kejam adalah mereka memperkosa ibu bangsa kita lalu secara perlahan-lahan mengeluarkan isi perutnya kemudian dia akan mati seperti kita anak-anaknya

Setelah berkata demikian dia duduk di dekat sebuah pohon lalu melanjutkan lagi cerita yang baru saja ia ceritakan padaku

dengarkan aku baik-baik sesungguhnya banyak harta, dan nyawa yang telah di ambil dengan Cuma -Cuma melalui cara paksa yang halus, sehingga kau dan aku tak menyadirinya. Kita di beri uang agar uang memperbudak kita, sehingga dengan mudahnya mereka dapat merampas segalanya dari tangan kita, kita akan di paksa oleh uang untuk menyembahnya. Sehingga di pikiran kita hanya uang yang kita ketahui. Dan demi uang kita rela memberi nyawa, tanah, dan segalanya

Setelah berkata demikian dia memandangku dengan senyum tipis seakan dia mengharap sesuatu dariku.
Kemudian ku terdiam sejenak untuk merenungkan beberapa kata yang telah ia ucapkan padaku.
Setelah terdiam sejenak kemudian ku baru sadari bahwa ternyata keriting rambutku dan hitam kulitku hampir punah berganti dengan kulit putih dan rambut lurus hasil rekayasa manusia,
Setelah terdiam beberapa jam, dia berdiri dan mengucapkan beberapa kata yang membuat air mataku pun mengalir tanpa di undang.

aku orang keriting bukan kering dalam berpikir, tapi ini adalah tanda bahwa keritingku adalah cara berpikirku yang kritis. Aku keriting bukanlah alat pemuas, aku hitam bukan media hinaan, aku hitam bukanlah keterbelakangan, hitamku bukan kegelapan dan aku bukanlah binatang peliharaan yang tiap saat harus di lecekan. Lihatlah aku, akupun sama dengan yang berambut lurus, berkulit putih. Darahku bukan biru tapi merah seperti darah berkulit putih, aku pun ingin bebas tertawa di antara beribu keriting, biarkan aku pun bebas sepertimu, sebab ku masih ingat ucapan dustamu yang sampai saat ini tiada benarnya, kau berseru : hapuskan  penjajahan di atas dunia, namun kau menjajahku, dimanakah kata-katamu bahwa : setiap bangsa bebas menentuhkan nasipnya, namun kau bertindak seakan seperti Tuhan sehingga merampas Hakku.



Setelah mengucapkan kata-kata tersebut dia pun pergi dan menghilang di ujung jalan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar