Dedaunan mulai berjatuhan
Lihat dia berjalan secara perlahan-lahan
Setiap langkahnya sangatlah teratur
Hingga tak menimbulkan sedikitpun suara
Apa yang telah terjadi padanya……
Aneh…, mengapa dia bersikap seperti itu……
Ayo mari kita bertanya padanya
“Hay apa yang kau lakukan
Mengapa langkahmu sangat teratur dan tak menimbulkan
suara
Sebenarnya apa yang telah terjadi padamu”
Setelah menoleh kearah kiri dan kanan
Berbisiklah dia…..
“apakah kau tak tahu bahwa saat ini bangsa kita sedang di bantai dan
aku adalah salah satu dari sekian banyak orang dari bangsa kita yang berhasil
meloloskan diri dari pengejaran, pembunuhan dan pemerkosaan, perampasan hak
milik, hak hidup, serta HAK ASASI dari
bangsa kita dan yang paling kejam adalah mereka memperkosa ibu bangsa
kita lalu secara perlahan-lahan mengeluarkan isi perutnya kemudian dia akan
mati seperti kita anak-anaknya”
Setelah berkata demikian dia duduk di dekat sebuah pohon lalu
melanjutkan lagi cerita yang baru saja ia ceritakan padaku
“dengarkan aku baik-baik sesungguhnya banyak harta, dan nyawa yang
telah di ambil dengan Cuma -Cuma melalui cara paksa yang halus, sehingga kau
dan aku tak menyadirinya. Kita di beri uang agar uang memperbudak kita, sehingga
dengan mudahnya mereka dapat merampas segalanya dari tangan kita, kita akan di
paksa oleh uang untuk menyembahnya. Sehingga di pikiran kita hanya uang yang
kita ketahui. Dan demi uang kita rela memberi nyawa, tanah, dan segalanya”
Setelah berkata demikian dia memandangku dengan senyum tipis
seakan dia mengharap sesuatu dariku.
Kemudian ku terdiam sejenak untuk merenungkan beberapa kata yang
telah ia ucapkan padaku.
Setelah terdiam sejenak kemudian ku baru sadari bahwa ternyata keriting
rambutku dan hitam kulitku hampir punah berganti dengan kulit putih dan rambut
lurus hasil rekayasa manusia,
Setelah terdiam beberapa jam, dia berdiri dan mengucapkan
beberapa kata yang membuat air mataku pun mengalir tanpa di undang.
“ aku orang keriting
bukan kering dalam berpikir, tapi ini adalah tanda bahwa keritingku adalah cara
berpikirku yang kritis. Aku keriting bukanlah alat pemuas, aku hitam bukan
media hinaan, aku hitam bukanlah keterbelakangan, hitamku bukan kegelapan dan
aku bukanlah binatang peliharaan yang tiap saat harus di lecekan. Lihatlah aku,
akupun sama dengan yang berambut lurus, berkulit putih. Darahku bukan biru tapi
merah seperti darah berkulit putih, aku pun ingin bebas tertawa di antara beribu
keriting, biarkan aku pun bebas sepertimu, sebab ku masih ingat ucapan dustamu
yang sampai saat ini tiada benarnya, kau berseru : hapuskan penjajahan di atas dunia, namun kau menjajahku,
dimanakah kata-katamu bahwa : setiap bangsa bebas menentuhkan nasipnya, namun
kau bertindak seakan seperti Tuhan sehingga merampas Hakku. “
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut dia pun pergi dan
menghilang di ujung jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar