Hantu menjelang malam Morning Star |
Nyala api unggun menerangi halaman sekolah, hawa dingin
menusuk hingga kedalam tulang. Lalu Sekitar lima orang duduk mengelilingi
kobaran api unggun itu, dan aku adalah salah satunya, namaku leuname. Lalu yang
paling tua diantara kami bernama Lukas yang pada saat itu duduk di sebelah
kananku, sedangkan di sebelah kiriku adalah leyden kawan baikku, disamping
leyden duduk adik laki-lakiku marti, serta yang duduk di sebelah lukas adalah
yosep teman kompleksku.
Kami sejak sore sudah duduk
sambil membuat api unggun di tengah halaman sekolah dasar yang berada di
kompleksku, itu pun karena pak kepala sekolah yang memang sudah seperti orang
tua kami sempat meminta kami berlima untuk menjaga kompleks dari hal-hal yang negatif
yang bisa saja mengancam lingkungan dan masyarakat yang hidup disekitar
komleksku, hal ini mengingat besok adalah momen yang sangat penting bagi orang
Papua. Ya.., besok tepat tanggal 1 desember. Sebuah hari yang datang tiap
tahun, mengingatkan masa lalu orang papua, dimana bintang kejora berkibar pada
tanggal 1 desember tahun 1961 untuk pertama kalinya tanpa adanya gangguan dari
para penindas yang menyengsarakan manusia papua. Hari itu bangsa papua
menyatakan diri sebagai satu bangsa yang terlepas dari ikatan penindasan bangsa
lain, namun dengan tipu daya serta rekayasa oleh para penindas, penjajah, dan para
kapitalis berhasil mengikat bangsa papua dalam pangkuan penderitaan.
Memang kami sangat sependapat
dengan pak kepala sekolah mengingat bahwa selama ini pernah banyak kejadian pelanggaran
HAM yang sempat terjadi dibeberapa daerah dengan dalil mengamankan, misalnya
seperti pemukulan, penangkapan dan penembakan terhadap warga sipil oleh ABRI.
“ teman-teman tentu pernah mendengar
mengenai beberapa operasi yang dilakukan
oleh ABRI terhadap masyarakat sipil ditanah kita, tanah papua inikan? ”,
tanyaku pada teman-temanku itu.
“ Memang aku pernah dengar namun tidak begitu tahu tentang berbagai operasi
itu secara detail karena kurangnya informasi ”, sahut leyden.
“Kak, sa jua tra tau soal itu”, ucap marti.
“ Jadi begini teman-teman, aku akan menceritakan semua yang ku ketahui
kepada
Kalian. Yang pertama adalah operasi Sadar dengan wilayah operasi Manokwari
dan sorong, dalam operasi ini banyak torang pu sodara/I yang meninggal,
banyak juga perempuan papua yang dijadikan budak seks dan akhirnya
dibunuh
dengan biadab, bahkan Gedung sekolah, rumah ibadah serta satu kampung
dibakar habis, tidak sampe situ, binatang serta harta kekayaan lainnya pun
dibasmi habis. Lalu ditempat berbeda yaitu di paniai, deiyai, dogiyai
juga
terjadi operasi yang sama dilakukan oleh angkatan bersenjata republik
Indonesia, . Yang berikutnya adalah Operasi Tumpas, walayah operasinya
biak
barat dan biak utara, pada operasi ini terjadi penembakan, penyiksahan,
penahanan, pemerkosan, serta
penculikan, banyak pula perempuan yang
mengalami tindak kekerasan seksual dan akhirnya dibunuh. Selanjutnya
adalah
sebuah operasi Pembunuhan massal yang terjadi dipegunungan tengah papua
yang menewaskan hampir 4 juta
lebih masyarakat sipil, mulai dari bayi hingga
orang dewasa, dan dalam operasi ini pun tidak terlepas dari kasus
penculikan,
pemusnahan harta benda, dan pemerkosaan. Berikutnya, operasi yang
menargetkan Thadeus Yogi, Pada
operasi ini masyarakat
sipil ditahan sampai
dibunuh
dengan cara diikat dengan tali digantungkan kemudian besi yang sudah
dipanaskan/dibakar
di api sampai merah, mereka masukan besi panas tersebut
dari
pantat hingga keluar dimulut, mereka itu bukan lain,
tong tete dong yang di
meewo. Jadi itu adalah
beberapa kasus operasi militer yang aku ketahui, memang
kalau mau ditelusuri lagi
maka banyak sekali kasus pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang terjadi di
torang pu tanah ini, dimulai dari tahun 1960 hingga saat
ini.” Ucapku mengahiri
penuturanku tentang beberapa operasi militer yang sempat
ku dengar dari beberapa orang
tua.
Kemudian ku tuang kopi hitam kedalam gelas, lalu mengambil sebatang rokok surya Kecil, memasang api, lalu menghirup asap rokoknya dengan perlahan-lahan sambil mencoba membuang perih dalam benak mengingat banyak manusia papua yang sudah berpulang ke bapa di surga akibat ABRI yang dengan ganas membunuh, dan merampok serta memusnahkan segala sesuatu yang ada diatas tanah airku, bumi cendrawasih.
“ sa jua ada sesuatu hal mengenai tong pu tanah yang harus sa ceritakan sama
teman-teman.” Ucap Leyden
memecah kesunyian.
“ Boleh, malah itu bagus,
hitung-hitung kita mengenang nasip mengenaskan serta
sejarah hitam yang terjadi
di tong pu tanah ini ”, kata Lukas yang sejak tadi
memang Nampak hanya diam
sambil focus mendengarkan.
“ sa jua setuju sama kaka Lukas
”, ucap yosep menambahkan.
“ ok siap, sa akan cerita tentang beberapa hal yang sa tau saja ”. sambil menarik
rokok surya kecil yang
dibalik jemarinya.
“ Jadi begini teman-teman, sa
ada dengar dari kaka laki-laki satu toh, katanya
dijawa sana, kalau tidak salah di jogja,
kos-kosan tidak menerima orang papua,
bayangkan
masa mahasiswa papua di anggap apa coba, diperlakukan seperti
binatang.
Tidak Cuma itu, kata kaka laki-laki, pernah ada seorang mahasiswa
papua
yang sedang anyam noken di lingkungan kampus, lalu datang salah
seorang dosen, kemudian mengusirnya pulang
dari lingkungan kampus.” Ucap
leyden sambil minum kopi hitam.
“ Tidak Cuma itu, kata kaka laki-laki, ketika mahasiswa papua ingin melakukan
aksi menuntut
ketidakadilan yang terjadi pada rakyat papua, malah mereka
ditahan, dipukul serta
mendapat cacian dan makian dari organisasi masyarakat
disana, dan aparat setempat.”
Sambung leyden menuturkan apa yang dia dengar
dari kakak laki-lakinya
yang juga kuliah di jawa.
Perbincangan kami pun melebar, hingga
banyak persoalan yang masing-masing kami ketahui, kami pun menceritakannya, berbagi
satu sama lain, mencoba menelusuri kabut hitam yang coba ditutupi oleh para
penjajah. Lalu karena aku sudah terlalu banyak minum kopi, bahkan hingga
belasan gelas sehingga membuatku tidak bisa menahan air kecil maka aku pun
minta ijin kebelakang meninggalkan mereka untuk melepas air kecil.
Sesampainya aku di belakang
sekolah, aku pun membuang air kecil ke semak-semak yang tumbuh dibelakang
sekolah itu, usai itu, ketika aku mulai balik dan berjalan kembali melewati
sudut sekolah maka aku tiba-tiba menabrak sesuatu hingga membuatku jatuh
kesamping mencium tanah. Lalu dengan cepat aku berdiri, melihat apakah ada
orang atau sesuatu benda yang ku tabrak tadi namun setelah ku periksa baik-baik
ternyata tidak ada apapun, aku menjadi heran dan bingun, entah apa yang tadi ku
tabrak itu.
Selagi aku tenggelam dalam
kebingunan, tiba-tiba ada suara ketawa yang merdu terdengar dari balik
pepohonan yang tumbuh tak jauh dari semak-semak yang tadi sempat aku buang air
kecil. Suara itu sangat nyaring, suara ketawa wanita, dan setelah usai suara
ketawa wanita, disusul lagi terdengar suara ketawa pria. Ketika ku perhatikan
dengan seksama kearah asal suara ketawa itu, tak terlihat sosok manusia, akan
tetapi suara ketawa itu masih terdengar bahkan seakan-akan kadang didekat
telingaku, lalu kembali terdengar lagi di tempat tadi.
Bulu badanku merinding, sosok-sosok
hantu yang sering ku tonton di Tv melintas dibenak, membuatku makin makin gugup
karena takut. Lalu aku pun meninggalkan tempat itu, berlari kearah
teman-temanku. Sesampainya disana, kuceritakan kejadian tadi kepada mereka.
Kemudian, Lukas berpendapat bahwa
suara ketawa itu tentu adalah hantu, namun leyden membantah itu. Menurut leyden
itu adalah roh dari mereka yang telah dibunuh dengan biadab oleh aparat,
mungkin mereka masih belum puas mati mengenaskan sehingga dimalam penting,
dimana besok adalah momen paling special bagi orang papua, mereka pun sedang
menyatakan diri bahwa roh kami pun masih belum tenang dialam sana.
Lanjutnya lagi, Leyden mengatakan bahwa mungkin pula mereka hadir karena mendengar kisah mengenaskan tentang pembantai yang dilakukan oleh militer terhadap mereka tadi sempat kita singgung. Lalu berusaha menunjukan kepada kita bahwa pembantaian itu benar adanya, dan mereka adalah beberapa orang korban pembantaian itu.
Lanjutnya lagi, Leyden mengatakan bahwa mungkin pula mereka hadir karena mendengar kisah mengenaskan tentang pembantai yang dilakukan oleh militer terhadap mereka tadi sempat kita singgung. Lalu berusaha menunjukan kepada kita bahwa pembantaian itu benar adanya, dan mereka adalah beberapa orang korban pembantaian itu.
Usai itu, kami pun tidak terlalu
mempersoalkan kehadiran mahluk-mahluk halus itu, kami melanjutkan diskusi kami
tentang persoalan yang sempat tadi kami bahas itu hingga menjelang Pagi.
***
Bandung, 01/02/2019