Kejadian itu terus saja mengiris
hati Alfin, kadang ketika bertemu orang-orang yang bersenjata maka amarah dan
dendam selalu menekannya. Kejadian itu memang terjadi ketika dia masih kecil,
namun entah kenapa, kejadian itu seperti jarum yang menekannya, apa lagi ketika
bertemu dengan mereka yang berseragam loreng, ya mereka itulah yang dahulu
ketika alfin kecil sempat memukuli BaPanya.
Sore itu, Alfin yang masih
berusia sepuluh tahun merengek hendak ikut bapa ke pasar, kebetulan pula saat
itu mamanya Alfin sedang dalam keadaan sakit sehingga terpaksa sore itu bapa
harus ke pasar untuk membeli sayur. Alfin masih saja merengek bahkan menangis
sambil berteriak-teriak “ Bapa, sa tra mau tau, kali ni sa pokoknya
mo ikut bapa ke pasar “, katanya sambil memegang tangan bapanya dengan
sangat erat, takut bila ditinggal pergi.
Karena Alfin yang masih saja
menangis dan tetap bersikeras ikut walau dibujuk berulang-ulang membuat bapanya
iba, pada akhirnya bapanya alfin mengajak alfin ke pasar berdua.
Sepanjang jalan, Alfin terus
saja diam, entah apa yang dipikirkan anak kecil itu. Bapanya yang menyadari
bahwa alfin yang biasanya cerewet itu tidak mengeluarkan sepatah kata pun
sepanjang jalan akhirnya menegur alfin “ Fin, ko kenapa diam, tra seperti biasanya,
kan kalo biasanya ko paling cerewet, mo ko dijalan, mo ko dirumah, ko pu mulut
tra pernah istrahat ”. lalu mendengar teguran bapa, Alfin berhenti
sesaat, kemudian memandang bapanya, “ Bapa, sa Cuma heran, bapa tra lihatkah,
kan jam begini, biasanya banyak orang baru, hari ini trada orang yang katong
dua ketemu tuh ”. ucapan Alfin tersebut otomatis menyadarkan bapa bahwa
memang hari ini agak Nampak aneh.
Akan tetapi, bapa alfin yang
sempat dibuat diam, dan tenggelam dalam lamunan oleh ucapan alfin tadi kembali
menujukan wajah cerianya, “ Bapa jua heran, tapi tra usah pikir
orang-orang yang hari ini tra Nampak seorang pun, sekarang katong dua
cepat-cepat beli sayur di pasar baru pulang masak, ko tra kasihan ko mama yang
sedang sakit ”, ucapnya sambil mempercepat langka kakinya.
Lalu alfin dan bapanya pada
akhirnya sampai juga di pasar. Namun di pasar pun Nampak aneh, tidak ada satu
pun laki-laki yang Nampak, yang ada hanya mama-mama yang sedang mengatur
jualannya, ada yang lagi beli dan ada juga yang lagi jual, kemudian ada pula
yang sedang membereskan jualannya karena hendak pulang, ada juga yang baru
menyiapkan jualannya diatas tikar tipis yang dibawah dari rumah. Memang kondisi
pasar mama-mama itu tidak layak di sebut pasar, hal ini karena mama-mama jualan
diatas tanah dengan berbekal tikar tipis. “ Mama, sayur bayam tuh berapa….?”,
ucap bapa alfin kepada sala seorang perempuan tua yang saat itu berada di
belakang tikar yang diatasnya sudah ada sayuran bayam, “ Oh itu, satu ikat dua ribu…!”,
ucap perempuan tua itu membalas ucapan bapa alfin. “ dua ikat eee…, mama…”,
ucap bapa alfin sambil memberikan uang selembaran lima ribu, kemudian perempuan
tua itu menyerahkan dua ikat sayur bayam beserta uang kembali seribu rupiah.
Setelah selesai membeli sayur, kedua bapa dan anak itu kemudian membeli beberapa bumbu serta tahu, lalu setelah itu keduanya melangkakan kaki hendak keluar dari pasar, hingga tepat ketika tiba di jembatan kecil yang menjadi pembatas antara jalan umum dan pasar, tiba-tiba dari arah depan datanglah tiga orang pria berseragam loreng yang sangat lengkap dengan senjata laras Panjang menghadang mereka. Tanpa mengucap apapun, seorang dari ketiga orang itu mendekati bapa alfin, kemudian tiba-tiba lelaki berpakaian loreng itu mengayungkan tangannya mengarah di depan jidat kepala hingga semenit kemudian tubuh bapa alfin sudah mendarat mencium tanah, “ Pak Tentara jang pukul sa bapa “, ucapan yang sontak keluar dari mulut mungil milik Alfin. Namun ucapan alfin seakan hanya angin belaka, tidak ada respon atau jawaban apapun, sebaliknya ayah alfin yang posisinya sudah melintang di tanah itu pun menerima dua tendangan lagi, tendangan yang benar-benar menyakitkan sebab kaki itu dibungkus rapih oleh sepatu laras.
Darah segar menetes mengalir
membasahi muka. Kondisi bapa alfin pun Nampak sangat menyedihkan, pakaian sudah
sangat kotor bercampur darah dan tanah. Akan tetapi kondisi bapak alfin yang
menyedihkan itu tidak mengurangi pukulan dan tentangan yang dilakukan oleh tiga
pria berpakaian loreng itu, hampir sekitar belasan pukulan dan tendangan yang
sudah bersarang di seluruh tubuh bapa alfin.
Usai setengah jam kemudian
datanglah sosok lelaki tua beramput putih. Lelaki tua itu bukan lain adalah Pak
kepala distrik, “ Kenapa kalian memukuli dia, ayo
cepat berhenti ”, ucap pak kepala distrik kepada ketiga pria berbaju
loreng itu. Ucapan pak kepala distrik itu sontak membuat ketiga pria berbaju
loreng itu berhenti memukuli bapa alfin. “ Sore pak kepala distrik, kami bertiga
memukulinya karena dia adalah separatis, seorang anggota Organisasi Papua
Merdeka (OPM)”, ucap salah seorang dari ketiga pria berbaju loreng itu.
Bapa alfin yang masih melintang
diatas tanah itu, pelan-pelan dibantu untuk duduk oleh pak kepala distrik,
kemudian setelah posisi bapa alfin sudah terduduk maka pak kepala distrik
membiarkannya untuk menormalkan kesadarannya. “ Apa…?, tadi kalian bertiga
bilang dia separatis dan seorang anggota OPM, Apa kalian tidak salah…!. Kalian
ini tidak tahu ya, Bapa Moses ini adalah seorang guru sekolah dasar di kampung
Diyoudimi yang merupakan salah satu kampung di distrik kita ini, dan memang
bapa moses ini jarang kelihatan disini karena waktunya banyak dihabiskan untuk
mengajar disana, kemudian dia sekarang bisa ada disini karena kondisi istrinya
yang tinggal di ibu kota distrik sedang dalam keadaan sakit “, kata pak
kepala distrik dengan nada yang agak kesal bercampur kecewa terhadap perbuatan
yang dilakukan oleh tiga pria berbaju loreng yang saat itu kondisinya masih
berdiri tak jauh dari pak moses, bapanya alfin. “ Tapi pak kepala distrik, hal
ini terjadi karena penampilan pak moses itu ”, ucap salah seorang dari
ketiga pria itu dengan wajah gugup.
Pak kepala distrik yang agak
Nampak masih kesal itu menghembuskan nafas yang sangat berat, kemudian
lanjutnya “ Kalian bertiga ini bisa bedakan orang atau tidak, lalu sebelum
mengambil tindakan cobalah untuk bertanya dulu, jangan main tangan lansung,
kalian bertiga ini seperti preman saja. Dan bapa yakin, kalian tadi memukulinya
serta menuduhnya sebagai seorang separatis atau anggota OPM karena melihat rambutnya
yang gimbal sebatas pantat, lalu ditambah jenggot dan kumisnya yang
lebat ”. Kemudian setelah mendengar penuturan pak kepala distrik yang
memang tepat sekali membuat ketiga pria itu Nampak makin gugup hingga tidak ada
kata-kata yang keluar dari balik bibir.
Alfin yang tadinya menangis
tanpa henti melihat bapanya dipukuli dan ditendang, kini sudah berhenti
menangis dan berada disamping bapanya mendengar semua itu dengan jelas, bahkan
wajah dan pakaian ketiga orang yang memukuli bapanya juga diingat dengan sangat
jelas. Kebencian dan amarah sudah menguasai diri gadis kecil itu.
Setelah mendengar penuturan pak kepala distrik yang memang benar adanya serta tidak bisa dibantah. Ketiga pria itu perlahan-lahan pamitan kepada pak distrik, lalu pergi dari tempat itu tanpa meminta maaf sedikit pun, bahkan menoleh pun tidak.
Setelah mendengar penuturan pak kepala distrik yang memang benar adanya serta tidak bisa dibantah. Ketiga pria itu perlahan-lahan pamitan kepada pak distrik, lalu pergi dari tempat itu tanpa meminta maaf sedikit pun, bahkan menoleh pun tidak.
Melihat ketiga pria itu sudah
berlalu, Pak kepala distrik akhirnya membantu pak moses berdiri, setelah pak
moses berdiri, dengan perlahan pak kepala distrik membantunya berjalan dan
mengantar pak moses hingga sampai dirumah.
Ingatan tentang kejadian itulah
yang membuat Alfin sangat membenci orang-orang yang berpakaian loreng, bahkan
kepada orang-orang yang bersenjata, walau saat ini alfin sudah berusia dua
puluhan lebih tahun dan sudah menjadi salah seorang mahasiswa di salah
universitas yang ada ditanah jawa.
***
Bandung, 23/01/2019
Kom, cerpennya sangat berarti bagiku maka itu terjadi di mapia terhadap ayamu kah apa. Namun kejadiannya sekitar tahun berapa kalau saya boleh tau...?
BalasHapusKom, cerpennya sangat berarti bagiku maka itu terjadi di mapia terhadap ayamu kah apa. Namun kejadiannya sekitar tahun berapa kalau saya boleh tau...?
BalasHapusYa cukup menarik untuk di baca ...
BalasHapusCerpen luar biasa Kaka,
BalasHapusCerpenya menarik
BalasHapusSalam Literasi