Ilustrasi [Foto: rumahpantura.com] |
Kegelapan Seakan telah melenyapkan sang surya selamanya,
hampir semua tempat tidak ada cahaya, bahkan wajah perkampungan Tabakapa sudah
kehilangan pancaran sinar. Memang ini bukan yang pertama kalinya, Pemadaman
lampu seringkali terjadi di perkampungan ini, hingga kadang pemadaman ini bisa
sampai semalaman penuh.
Tiba-tiba di pojok kampung, dari
rumah kayu yang beratap alang-alang itu, Nampak menyala seberkas cahaya, kadang
pula ada bayangan manusia yang bergerak-gerak di balik celah dinding kayu.
Memang dinding itu bukan di buat dari papan yang disensor dengan mesin, namun
dinding itu dibuat dari beberapa buah kayu pilihan yang dicincang sedemikian
rupa membentuk balok yang sangat tipis hingga menyamai papan, namun di ujung
atas maupun bawahnya di buat tajam. Dan balok kayu itulah yang ditanam didalam
tanah beberapa meter dalamnya, kemudian ditanam lagi balok kayu lainnya
disisinya hingga mengelilingi dinding rumah, nah itulah yang menjadi dinding
rumah sehingga tanpa disadari menyisahkan celah, walau didalamnya di lapisi
kulit kayu yang melapisi hampir seluruh isi dinding rumah. sedangkan atapnya merupakan ilalang yang diikat
sangat kuat sehingga tidak menyisahkan celah sedikit pun untuk tetesan air
hujan, oleh sebab itu ketika musim hujan tiba maka tidak perlu hawatir bocor
hingga air masuk dalam rumah, kemudian lantainya sendiri di buat dari jubi yang
dianyam hingga membentang lebar diatas beberapa buah kayu yang digunakan
sebagai penyangga. Lalu bagian tengah merupakan tungku api, dan bagian atas
tungku api dibuat juga sebuah tempat pengering kayu bakar. Itulah salah satu
ciri Rumah adat khas suku Mee yang mendiami pegunungan tengah papua, khususnya
daerah Paniai, deiyai, dogiyai, nabire, dan timika.
Bayangan manusia yang bergerak-bergerak di balik dingding kayu itu adalah Alfons, Pemuda brewok, serta berambut gimbal, dan juga pemilik postur tubuh yang kekar, bahkan kadang kawan-kawannya menyebutnya sang bodygart, atau jagoan kampung. Memang tidak bisa disangkal bahwa fisiknya hampir menyamai petinju Kris Jhon, yang sering keluar di Tv.
Alfons Nampak sedang
marah-marah, kadang tak tenang tinggal di satu tempat hingga terlihat
mondar-mandir di dalam rumah, Lalu disisi lain, Nampak sosok tua berambut putih
yang sedang duduk tenang tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. “
bapa ko kenapa jual sa tanah ”,
Ucap alfons kepada lelaki tua yang bukan lain adalah bapanya sendiri. Namun
sosok tua itu masih Nampak enggang mengeluarkan suara, dia masih terdiam, hanya
raut wajahnya yang tegang hingga urat-urat
yang berada di jidatnya sangat terlihat jelas, menggambarkan bahwa lelaki tua
itu sedang memutar otak, memikirkan sesuatu.
Lelaki tua itu mengambil
sebatang rokok surya yang berada didepannya, kemudian meletakannya di mulut,
lalu memasang api dan akhirnya menghembuskan asapnya keluar, usai itu katanya
pada alfons “ Alfons, bapa minta maaf, bapa jual ko tanah tuh, karna pas waktu itu,
bapa masih muda dan bapa belum kawin hingga kondisinya bapa pu pikiran masih labil
mengikuti teman-teman. Ko tau, pas waktu bapa pu zaman tuh, siapa yang pu motor
de yang paling keren dan gagah, Jadinya disukai banyak cewe. Oleh karena itu,
bapa sampe tra pikir Panjang, tanpa sadar bapa jual tanah buat terlihat keren
dan gagah seperti bapa pu teman-teman “. Dan ketika mendengar ungkapan
ayahnya itu, Alfons Nampak mulai tenang, namun raut wajahnya masih tetap Nampak
kesal dan sedih, “ bapa, tapi ko tau toh, sekarang sa bingun, sa mo buat rumah dimana….?,
bapa nanti kalau sa su pu anak dan sa pu anak tanya kita pu tanah dimana maka
sa kastau apa sama sa pu anak ”, ucap alfons dengan sungguh-sungguh.
Lalu suasana pun menjadi
sunyi, Alfons yang kini sudah dalam keadaan duduk di sisi lain, terlihat raut
wajahnya masih sedih, sedangkan bapanya masih tetap di posisinya yang tadi dan
juga rokoknya yang tadi sempat ia pasang Nampak sudah tersisa setengahnya saja.
“
Alfons, bapa pun sangat menyesal sekali. Bapa tra pernah pikir akan begini,
bapa pu tanah sekarang Cuma halaman rumah depan itu saja, dan bapa juga hanya
punya rumah ini, lalu bapa pu motor yang bapa beli pake uang tanah itu juga
sudah rusak, jadi kalau ko mau, ko bikin rumah didepan situ saja, lalu bila
bapa sudah mati nanti ko ambil rumah ini jua “, ucap lelaki itu dengan
penuh penyesalan.
Setelah kejadian malam itu, Alfons
benar-benar merasa bahwa tanah adalah unsur terpenting dalam kelansungan hidup
manusia, Alfons merasakan betul pahitnya tidak mempunyai tanah, bahkan kadang
sebuah pertanyaan menghantuinya (Sekarang
sa tra pu tanah, dan nanti sa pu anak-anak bagaimana…?, dong nanti bikin rumah
dimana…?, sa pu anak-anak pasti jadi orang asing di dong pu tanah. Sa pu
anak-anak pasti menderita, sa pu anak-anak pasti di pinggirkan dan lainnya),
dan pikiran itulah yang terus saja meresahkannya.
Semenjak itu, Alfons sudah
sangat membenci perbuatan menjual tanah, bahkan sering kali dia bercerita
kepada kawan-kawannya supaya jangan sekali-kali menjual tanah.
***
bandung, 23/01/2019
Luar biasa kawan atas puisinya namun ku bangga membacanya maka karya terus sampai kawan dapa krisis dari orang lain. Tetapi setelah mereka kritik, jangan pantang mundur sebab hampir anda menjapai tujuannya kawan. Dan juga dalam universitas kehidupan manusia karya itu sangat penting karena kata bijak pernah mengatakan bahwa bungkuslah ilmunya dengan tulisanmu jadi kawan. Maaf jikalau saya salah.
BalasHapusWa wa wa kinaonak.
Luar biasa kawan atas puisinya namun ku bangga membacanya maka karya terus sampai kawan dapa krisis dari orang lain. Tetapi setelah mereka kritik, jangan pantang mundur sebab hampir anda menjapai tujuannya kawan. Dan juga dalam universitas kehidupan manusia karya itu sangat penting karena kata bijak pernah mengatakan bahwa bungkuslah ilmunya dengan tulisanmu jadi kawan. Maaf jikalau saya salah.
BalasHapusWa wa wa kinaonak.
siap...siap
Hapussangat baguss kaka bozz
BalasHapusyups…..!!
Hapus