Selasa, 22 Januari 2019

Cerpen : Bapa Jual Sa Tanah


Ilustrasi [Foto: rumahpantura.com]


            Kegelapan Seakan telah melenyapkan sang surya selamanya, hampir semua tempat tidak ada cahaya, bahkan wajah perkampungan Tabakapa sudah kehilangan pancaran sinar. Memang ini bukan yang pertama kalinya, Pemadaman lampu seringkali terjadi di perkampungan ini, hingga kadang pemadaman ini bisa sampai semalaman penuh.


              Tiba-tiba di pojok kampung, dari rumah kayu yang beratap alang-alang itu, Nampak menyala seberkas cahaya, kadang pula ada bayangan manusia yang bergerak-gerak di balik celah dinding kayu. Memang dinding itu bukan di buat dari papan yang disensor dengan mesin, namun dinding itu dibuat dari beberapa buah kayu pilihan yang dicincang sedemikian rupa membentuk balok yang sangat tipis hingga menyamai papan, namun di ujung atas maupun bawahnya di buat tajam. Dan balok kayu itulah yang ditanam didalam tanah beberapa meter dalamnya, kemudian ditanam lagi balok kayu lainnya disisinya hingga mengelilingi dinding rumah, nah itulah yang menjadi dinding rumah sehingga tanpa disadari menyisahkan celah, walau didalamnya di lapisi kulit kayu yang melapisi hampir seluruh isi dinding rumah.  sedangkan atapnya merupakan ilalang yang diikat sangat kuat sehingga tidak menyisahkan celah sedikit pun untuk tetesan air hujan, oleh sebab itu ketika musim hujan tiba maka tidak perlu hawatir bocor hingga air masuk dalam rumah, kemudian lantainya sendiri di buat dari jubi yang dianyam hingga membentang lebar diatas beberapa buah kayu yang digunakan sebagai penyangga. Lalu bagian tengah merupakan tungku api, dan bagian atas tungku api dibuat juga sebuah tempat pengering kayu bakar. Itulah salah satu ciri Rumah adat khas suku Mee yang mendiami pegunungan tengah papua, khususnya daerah Paniai, deiyai, dogiyai, nabire, dan timika.

            Bayangan manusia yang bergerak-bergerak di balik dingding kayu itu adalah Alfons, Pemuda brewok, serta berambut gimbal, dan juga pemilik postur tubuh yang kekar, bahkan kadang kawan-kawannya menyebutnya sang bodygart, atau jagoan kampung. Memang tidak bisa disangkal bahwa fisiknya hampir menyamai petinju Kris Jhon, yang sering keluar di Tv.

               Alfons Nampak sedang marah-marah, kadang tak tenang tinggal di satu tempat hingga terlihat mondar-mandir di dalam rumah, Lalu disisi lain, Nampak sosok tua berambut putih yang sedang duduk tenang tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. “ bapa ko kenapa  jual sa tanah ”, Ucap alfons kepada lelaki tua yang bukan lain adalah bapanya sendiri. Namun sosok tua itu masih Nampak enggang mengeluarkan suara, dia masih terdiam, hanya raut wajahnya yang  tegang hingga urat-urat yang berada di jidatnya sangat terlihat jelas, menggambarkan bahwa lelaki tua itu sedang memutar otak, memikirkan sesuatu.

                 Lelaki tua itu mengambil sebatang rokok surya yang berada didepannya, kemudian meletakannya di mulut, lalu memasang api dan akhirnya menghembuskan asapnya keluar, usai itu katanya pada alfons “ Alfons, bapa minta maaf, bapa jual ko tanah tuh, karna pas waktu itu, bapa masih muda dan bapa belum kawin hingga kondisinya bapa pu pikiran masih labil mengikuti teman-teman. Ko tau, pas waktu bapa pu zaman tuh, siapa yang pu motor de yang paling keren dan gagah, Jadinya disukai banyak cewe. Oleh karena itu, bapa sampe tra pikir Panjang, tanpa sadar bapa jual tanah buat terlihat keren dan gagah seperti bapa pu teman-teman “. Dan ketika mendengar ungkapan ayahnya itu, Alfons Nampak mulai tenang, namun raut wajahnya masih tetap Nampak kesal dan sedih, “ bapa, tapi ko tau toh, sekarang sa bingun, sa mo buat rumah dimana….?, bapa nanti kalau sa su pu anak dan sa pu anak tanya kita pu tanah dimana maka sa kastau apa sama sa pu anak ”, ucap alfons dengan sungguh-sungguh.


                 Lalu suasana pun menjadi sunyi, Alfons yang kini sudah dalam keadaan duduk di sisi lain, terlihat raut wajahnya masih sedih, sedangkan bapanya masih tetap di posisinya yang tadi dan juga rokoknya yang tadi sempat ia pasang Nampak sudah tersisa setengahnya saja. “ Alfons, bapa pun sangat menyesal sekali. Bapa tra pernah pikir akan begini, bapa pu tanah sekarang Cuma halaman rumah depan itu saja, dan bapa juga hanya punya rumah ini, lalu bapa pu motor yang bapa beli pake uang tanah itu juga sudah rusak, jadi kalau ko mau, ko bikin rumah didepan situ saja, lalu bila bapa sudah mati nanti ko ambil rumah ini jua “, ucap lelaki itu dengan penuh penyesalan.

                Setelah kejadian malam itu, Alfons benar-benar merasa bahwa tanah adalah unsur terpenting dalam kelansungan hidup manusia, Alfons merasakan betul pahitnya tidak mempunyai tanah, bahkan kadang sebuah pertanyaan menghantuinya (Sekarang sa tra pu tanah, dan nanti sa pu anak-anak bagaimana…?, dong nanti bikin rumah dimana…?, sa pu anak-anak pasti jadi orang asing di dong pu tanah. Sa pu anak-anak pasti menderita, sa pu anak-anak pasti di pinggirkan dan lainnya), dan pikiran itulah yang terus saja meresahkannya.


                 Semenjak itu, Alfons sudah sangat membenci perbuatan menjual tanah, bahkan sering kali dia bercerita kepada kawan-kawannya supaya jangan sekali-kali menjual tanah.

***

bandung, 23/01/2019

5 komentar:

  1. Luar biasa kawan atas puisinya namun ku bangga membacanya maka karya terus sampai kawan dapa krisis dari orang lain. Tetapi setelah mereka kritik, jangan pantang mundur sebab hampir anda menjapai tujuannya kawan. Dan juga dalam universitas kehidupan manusia karya itu sangat penting karena kata bijak pernah mengatakan bahwa bungkuslah ilmunya dengan tulisanmu jadi kawan. Maaf jikalau saya salah.

    Wa wa wa kinaonak.

    BalasHapus
  2. Luar biasa kawan atas puisinya namun ku bangga membacanya maka karya terus sampai kawan dapa krisis dari orang lain. Tetapi setelah mereka kritik, jangan pantang mundur sebab hampir anda menjapai tujuannya kawan. Dan juga dalam universitas kehidupan manusia karya itu sangat penting karena kata bijak pernah mengatakan bahwa bungkuslah ilmunya dengan tulisanmu jadi kawan. Maaf jikalau saya salah.

    Wa wa wa kinaonak.

    BalasHapus